Tuesday, 24 May 2016

PROFIL SEORANG HAMBA TUHAN (GEMBALA) YANG IDEAL MENURUT SURAT-SURAT PASTORAL



 Pada masa kini hamba Tuhan sering diidentikan dengan gembala maupun gembala sidang. Seorang hamba Tuhan tidak harus menjadi gembala sidang, akan tetapi seorang gembala atau gembala sidang haruslah seorang hamba Tuhan. Sebenarnya sebutan gembala pertama kali tercatat di Alkitab di pakai untuk menyebutkan seorang tokoh Alkitab Perjanjian Lama yang bernama Habel (Kej 4:2). Di dalam Kejadian 12:16 ; 13:2-7, Abraham yang berasal dari Urkasdim yang kemudian menjadi Bapak dari semua orang percaya juga akrab dengan profesi sebagai gembala. Yakub, laki-laki yang lahir di Kanaan yang kemudian menuntut hak keulungan untuk melayani Allah dan juga seorang yang dipilih Allah menjadi nenek moyang umat pilihan-Nya (Kej 29-33), ketika di rumah pamannya’ ia menjadi seorang gembala yang bahkan mampu meneliti bagaimana memperoleh domba yang tambun dan kuat. Dua puluh tahun kemudian, Yakub memiliki domba yang banyak dan menjadi seorang yang kaya raya. Tokoh Yusuf sejak kecil juga menjadi seorang gembala. Lewat pekerjaan ini juga ia belajar takut akan Allah dan memahami betapa pentingnya penyertaan Tuhan dalam kehidupannya. Musa juga sebelum memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, Tuhan membentuk dan menyiapkan Musa melalui hidupnya sebagai seorang pelarian di padang belantara Midian. Selama menjadi seorang pelarian, dia menjadi gembala dari mertuanya, imam Zitro selama 40 tahun. Satu tokoh lagi yang dikenal sebagai gembala adala Daud. Kisah tentang bagaimana ia menghancurkan kepala Goliat hanya dengan sebutir batu oleh karena bersandar pada Allah semesta alam, Allah segenap barisan Israel, demokian akrab dengan kita. Daud yang akhirnya menjadi raja Israel adalah seorang gembala yang menonjol (I Sam 16:11; 17:34-40).(Peter Wongso. Obrolan Seorang Gembala. (Malang: Literatur SAAT, 1995), 2.) Dari kesemua gembala yang tercatat di Alkitab hanya ada satu Gembala yang Agung, yaitu: Yesus Kristus Tuhan kita. Yesus Kristus adalah Gembala Agung kita yang sejati. Kita sebagai hamba-hamba Tuhan yang hidup di masa kini telah dipilih dan dikhususkan-Nya untuk menjadi “gembala-gembala kecil” bagi jemaat-Nya yang ada di dunia ini. pada karya tulis kali ini, penulis akan memaparkan tentang figur seorang gembala yang ideal menurut surat-surat pastoral dari Paulus. Pertobatan dan Panggilan Seorang Gembala harus memiliki pertobatan dan panggilan yang jelas di dalam hidupnya. Pertobatan yang jelas dapat dilihat dari pertumbuhan rohani buah-buah roh yang dihasilkan oleh gembala tersebut. Seorang pemimpin jemaat “termasuk seorang gembala,” harus terlebih dahulu mengalami “kelahiran baru.” Ia bukan saja seorang yang beragama Kristen, melainkan lebuh dari pada itu bahwa ia haruslah seorang yang sudah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya secara pribadi. Seorang gembala sidang yang tidak memiliki pertobatan yang jelas tidak akan kepemimpinan yang kuat, pengajaran yang sehat dan teladan hidup yang benar bagi jemaatnya. Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu! (II T3:5) Padahal seorang gembala harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat, pengajaran yang sehat, dan teladan hidup yang baik. Seperti yang tercatat di dalam ketiga surat pastoral di mana dapat kita temui banyak terdapat pemimpin-pemimpin yang tidak memiliki teladan hidup yang baik dan mengajarkan pengajaran-pengajaran yang sesat. Tingkah laku mereka tidak ubahnya seperti orang-orang yang tidak mengenal Tuhan (T1:15-16). Mereka tidak mengajarkan kebenaran Firman Tuhan, malahan sibuk dengan dongeng-dongeng dan silsilah-silsilah yang tidak ada putus-putusnya yang hanya menghasilkan persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman (I T1:4). Di dalam Timotius suratnya yang pertama, Paulus meminta Timotius menasehatkan pemimpin-pemimpin yang demikian (I T1:3). Pertobatan yang jelas membutuhkan kesungguhan hati. Pertobatan yang disertai kesungguhan hati dan penyerahan hidup kepada Tuhan akan menghasilkan iman yang kuat serta tahan uji dan tulus ikhlas (II T1:5). Jikalau seorang gembala harus memiliki pertobatan yang jelas, begitupun juga dengan panggilannya harus jelas. Tuhan memanggil dan mengkhususkan orang-orang tertentu untuk mengerjakan pekerjaannya sebagai gembala jemaat. Musa ketika akan memimpin dan menggembalakan bangsa Israel untuk menuju tanah Kanaan, dia mendapatkan panggilan khusus dan jelas dari Tuhan. Musa mendapatkan panggilan dari Tuhan pada waktu dia masih berada di Midian mengembalakan domba mertuanya (Kel 3-4:15). Paulus pun juga memiliki panggilan yang jelas, Yaitu sebagai pemberita, rasul, dan guru (II T1:11). Panggilan Timotius yang merupakan anak rohani Paulus juga jelas, dia dipanggil untuk mengemban tugas menggantikan Paulus mengembalakan jemaat di Efesus (I T1:18). Titus diberikan tugas oleh Paullus untuk mengembalakan jemaat di Kereta, “Aku telah meninggalkan engkau di Kreta dengan maksud ini, supaya engkau mengatur apa yang masih perlu diatur dan supaya engkau menetapkan penatua-penatua di setiap kota, seperti yang telah kupesankan kepadamu” (T 1:5). Panggilan Tuhan harus diartikan dengan “perintah Tuhan.” Ia bukan menanya terlebih dahulu apakah orang itu mau atau tidak, melainkan ia harus Ia memerintah mereka untuk meninggalkan pekerjaan mereka, sebab Tuhan memakai mereka mengerjakan pekerjaan yang baru.(N. Mimery, Rahasia Tentang Penggembalaan Jemaat, hal 18). Jikalau kita telah memiliki pertobatan dan panggilan yang jelas dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, maka kita akan penuh dengan kasih Allah dan Roh Suci akan memenuhi apa yang dikemukakan dalam T1:6-9 dan IT1:7. Kehidupan Seorang Hamba Tuhan (Gembala) Kehidupan seorang gembala dapat digambarkan seperti ikan yang hidup di dalam aquarium maupun sebuah layar televisi yang ditonton oleh banyak orang. Hidup seorang gembala menjadi tontonan, panutan, maupun sebagai teladan bagi jemaat-jemaatnya. Oleh karena itu ia harus menjadi teladan yang baik bagi jemaatnya. Untuk itulah seorang gembala harus memperharikan bagaimana ia bertingkahlaku dan bertuturkata, karena kesalehan seorang gembala (IT6:11 ; IIT3:17) dapat dilihat melalui kemurnian hidup dan perkataannya (IT4:12 ; IIT2:22) dalam kerajinannya untuk bekerja keras (IT4:15), menghindari pencobaan-pencobaan (IT6:3-10) dan maju dalam kerohanian (IT4:15). Hendaklah hidupnya dipenuhi dengan karunia-karunia rohani (1T1:8 dan IT1:6). Seorang gembala harus mau menerima masukan maupun kritikan dari orang lain serta menanggapi setiap kritikan dengan kebijaksanaan yang matang dan rendah hati. Memperlakukan “musuh-musuhnya” dengan lemah lembut, penuh dengan kasih namun juga dengan tegas (IT1:20). Relasi dengan jemaatnya haruslah relasi yang sehat, baik dan membangun. Terhadap orang yang lebih tua yang melakukan kesalahan, seorang gembala harus menegurnya sebagai bapanya sendiri, kepada perempuan-perempuan tua sebagai ibu, perempuan-perempuan muda sebagai adik (IT5:1-2). Seorang gembala yang ideal tidak bekerja sendiri melainkan bisa bekerja sama dengan orang lain dengan cara mengangkat penatua-penatua dan diaken-diaken di dalam dia mengatur jemaatnya (T1:15). Dalam hal mengangkat para penatua dan diaken dia harus berhikmat dan tidak terburu-buru mengangkat orang untuk menjadi diaken dan penatua(IT5:22), sebab seorang penatua maupun diaken tidak boleh bercacat secara jasmani dan rohani serta dapat menjadi teladan hidup bagi jemaat yang lainnya (IT3:1-16 ; T1:7). Dengan penatua dan diaken yang baik maka manajemen gereja akan berjalan dengan baik. Seorang gembala selain menjaga dan mengurusi perkara rohaninya, dia juga harus menjaga dan mengurusi perkara-perkara jasmaninya. Dia harus menjaga kesehatannya dengan baik agar tidak mudah sakit, karena jikalau seorang gembala sakit-sakitan maka akan sangat menganggu kinerja pelayanannya (IT5:23). Pengajaran Watak seorang gembala, dia haruslah seorang pengajar yang sabar, lemah lembut dan memiliki komitmen yang teguh kepada kebenaran. Rasul Paulus seringkali di dalam surat-surat pastoral mengambarkan dirinya sendiri sebagai seorang pengajar kebenaran (1T2:7 ; IIT1:11&3:10), dan menunjukan dirinya sebagai seorang pengajar yang cemas yang terus menerus perhatian terhadap murid-muridnya kalau-kalau pengetahuan murid-muridnya akan melenceng atau tidak sesuai dengan apa yang diajarkannya. Dan bersih keras bahwa sebagai gembala, pelayanan mengajar itu sangatlah penting. Sebagian dari karunia Tuhan kepada para gembala adalah karunia mengajar (IT5:17&IIT2:2). Seorang teolog terkenal bernama John Stott, mengatakan bahwa pelayanan seorang gembala jemaat pada hakekatnya adalah pelayanan mengajar (J. R. W. Stott, The Massage of 2 Timothy. Guard the gospel. (London: IVP, 1973), 108). Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya inti dari pelayanan seorang gembala adalah mengajar, baik dalam menguraikan kebenaran (IT4:6, 11, 13 ; T2:15) maupun dalam hal menegur kesalahan (IT2:2 ; 3:14-16 ; IT4:12&T2:7). Setiap pengajaran yang diajarkan oleh seorang gembala yang baik adalah pengajaran-pengajaran yang sehat yang harus berdasarkan oleh kebenaran Firman Tuhan (IT4:13 ; II T 3:14-17 ; 4:2 ; T2:1-15). Jikalau gembala itu mengajakan pengajaran-pengajaran yang tidak berlandaskan Firman Tuhan, maka akan sangat berbahaya bagi jemaatnya dan sangat rentan dengan penyesatan. Oleh kaena itu seorang gembala harus selalu mengintropeksi dan mengawasi secara sungguh-sungguh akan pengajaran-pengajaran yang akaa, sedang, maupun yang sudah diajarkannya. Hendaklah gembala itu juga sunguh-sungguh dan setia pada pengajaran yang sehat yang dia ajarkan dan berpegang teguh pada ajaran yang dapat dipercaya, sebab dengan demikian dia telah menyelamatkan dirinya sendiri dan banyak orang (IT4:16 ; T1:9). Ketika banyak pengajaran-pengajaran sesat yang mulai menyerang, seorang gembala harus berusaha dengan teguh untuk mempertahankan pola ajaran-ajaran sehat dengan penuh kasih. Seorang gembala yang baik dalam hal mengajar haruslah menghasilkan buah. Menghasilkan buah dalam hal ini berarti seorang gembala harus menghasilkan murid yang seperti dirinya dan muridnya mampu memuridkan orang lain dan seterusnya. bukan hanya dirinya sendiri yang mengajar, tetapi ia juga mengkaderkan orang lain (murid-muridnya) dan mendorong mereka untuk juga mengajar dan menghasilkan “buah” (IT4:13 ; 6:2 ; IIT4:2 & T2:7). Jadi bukan hanya dirinya yang mengajar, dia harus mengikutsertakan orang lain, yang terutama muridnya sendiri untuk juga ikut mengajar dengan baik (IIT2:2 ; IT3:1-13 ; 1:5-9) dan punya kerinduan untuk membawa orang lain kepada Kristus (1 Timotius 2:4) dengan pengetahuan Alkitab yang kuat (1T3:14-16). Bila seseorang mengajar, ini berarti ia sudah mengemban tugas moral, yaitu moral sebagai orang yang dianggap dapat menurunkan apa yang ia miliki untuk memberikan pengetahuan Firman Allah. Tugas moral bahwa ia tidak akan mengkhianati tentang Firman Allah, untuk menjadikan akan seorang manusia yang berguna dan taat kepada Tuhan. Inilah citra gembala sebagai pengajar yang ideal.

1 comment:

  1. ideeal seorang hamba Tuhan dalam melayni orang yang menderita gangguan mental tu sepert apa yah?

    ReplyDelete